Pramusaji Itu!

12:04:00 AM 2 Comments

Ini masih pukul 18.30 WIB, tapi aku sudah terduduk diam di meja Nomor 19, menanti santapan makan malamku. Sudah ada di tanganku daftar menu restoran ini. Iya, entah kenapa aku jadi sering singgah di restoran ini, di bilangan Taman Kencana.
Aku tidak perlu menelaah daftar menu untuk menentukan pilihan makanan, karena aku sudah tahu apa yang akan aku pesan, seperti biasanya. Tidak ada yang terlalu spesial akan restoran ini. Harganya masih tergolong menengah, bahkan agak mahal untuk kalangan mahasiswa. Rasa makanannya tidak terlalu unik, hampir sama dengan restoran lain. Suasananya, mungkin sedikit berbeda. Konsep taman yang disajikan mungkin akan membuat pengunjung lain lebih tertarik dengan tempat ini. Tapi, tidak bagiku.
Lalu, untuk apa lagi aku datang ke tempat ini? Bahkan, aku bisa datang ke restoran ini tiga kali dalam seminggu. Jarak kampus dengan tempat ini pun jauh, satu jam perjalanan.
Ini mungkin karena kesan kunjungan pertamaku ke tempat ini. Bersama dengan seorang teman, aku mulai dengan memesan kwetiau ayam. Dilanjutkan dengan melihat-lihat bagian dalam restoran, yang isinya mayoritas tumbuhan hijau. Bukan, aku bukan anggota club pecinta alam yang keranjingan dengan tumbuhan hijau. Jadi, itu biasa saja, untukku.
Lalu, apa yang spesial dari restoran ini? Aku belum menemukan sisi yang spesial, sampai saat itu. Aku juga tidak pernah mendatangi restoran ini sewaktu aku bepergian bersamamu. Jadi, aku tidak perlu merasakan kejutan kecil di ingatanku.
Hal yang membuatnya spesial adalah ketika seorang pramusaji datang mengantarkan makanan yang telah aku pesan. Rupanya, Tuhan masih terlalu baik denganku. Kamu tahu? Pramusaji itu mirip denganmu. Paras mukanya, cara jalannya, cara ia tersenyum, dan cara ia menyapa. Tapi, aku tidak bermaksud menggunjing dan menyetarakanmu dengan pramusaji itu. Setidaknya, aku masih bisa melihat sosok dirimu pada pramusaji itu. Sosok yang sudah tidak bisa aku lihat lagi dalam kenyataan.
Di kunjungan berikutnya, aku kembali melihatnya. Tapi sayang, ia terlalu sibuk melayani tamu lain. Tak mengapa, asalkan aku masih bisa melihatnya. Aku juga pernah mendapati ia sedang menuangi gelas-gelas kosong dengan teh tawar dari teko tua. Tidak perlu aku menyapanya, tapi aku sudah bisa tersenyum melihatnya.
Dan kali ini, aku beruntung. Ia melayaniku, menyapaku dengan hangat, bahkan ia mengajakku bicara. Barangkali, kalau aku ada di posisinya, aku juga akan melontarkan pertanyaan yang sama. Tanpa ada isyarat sebelumnya, tiba-tiba saja ia bertanya, "Hey, Mas! Sering banget ke sini ya?! Jadi pelanggan tetap?" dengan sedikit tersenyum. Kamu tahu? Aku hanya bisa tersenyum mendengar hal itu dan berkata, "Sumpah, cara kamu bicara juga mirip!"
Aku tahu, ia tidak akan pernah bisa menggantikanmu, tapi setidaknya ia bisa membuatku sedikit tersenyum.

2 comments: