BAB 6. PENGETAHUAN KONSUMEN (CHAPTER 6. CONSUMER KNOWLEDGE)

5:59:00 AM 0 Comments

Summarized by Andika Bagus (majoring in Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Bogor - Indonesia) 


Based on Ujang Sumarwan. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behavior: Theory and Application in Marketing) www.ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id

Menurut Mowen dan Minor (1998), pengetahuan konsumen merupakan sejumlah pengalaman yang telah dialami dan informasi tentang suatu produk atau jasa yang dimiliki seseorang. Pengetahuan produk terbagi menjadi tiga jenis menurut ahli yang membaginya. Menurut ahli psikologi kognitif, pengetahuan konsumen dibedakan menjadi pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur. Menurut Mowen dan Minor, pengetahuan konsumen dibedakan menjadi pengetahuan obyektif, pengetahuan subyektif, dan pengetahuan informasi lain. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard, pengetahuan konsumen dibedakan menjadi pengetahuan produk, pengetahuan pembelian, dan pengetahuan pemakaian.

Pengetahuan produk
Menurut Peter dan Olson (1999), pengetahuan produk dibedakan menjadi:
·         pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, berupa warna, model, tahun, dan lain-lain. Ada dua macam atribut, yaitu atribut fisik yang menggambarkan ciri-ciri suatu produk dan atribut abstrak yang menggambarkan karakteristik produk berdasarkan persepsi konsumen.
·         pengetahuan tentang manfaat produk.
·         pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi konsumen.
Tingkat pengetahuan produk sendiri dibedakan menjadi kelas produk, bentuk produk, merek produk, dan model atau fitur.
Manfaat produk dibedakan menjadi manfaat fungsional yang dirasakan konsumen secara fisiologis, manfaat psikososial yang merupakan aspek psikologis dan sosial yang dirasakan konsumen jika mengonsumsi produk, serta manfaat positif dan negatif.
Persepsi risiko merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan dan ingin dihindari konsumen (Peter dan Olson 1995). Hal penting dalam prinsip risiko adalah ketidakpastian, konsekuensi, dan manfaat atau outcome yang dirasakan setelah membeli atau mengonsumsi produk. Ada beberapa kategori persepsi risiko, yaitu:
·         Risiko fungsi, yaitu produk tidak berfungsi sebagaimana mestinya
·         Risiko keuangan, yaitu kesulitan keuangan yang dihadapi konsumen.
·         Risiko fisik, yaitu dampak negatif yang dirasakan konsumen.
·         Risiko psikologis, yaitu perasaan, emosi, atau ego yang dirasakan konsumen.
·         Risiko sosial, yaitu persepsi konsumen terhadap dirinya dari orang sekelilingnya.
·         Risiko waktu, yaitu waktu yang sia-sia yang akan dihabiskan konsumen.
·         Risiko hilangnya kesempatan, yaitu kehilangan kesempatan untuk melakukan hal lain karena menggunakan, mengonsumsi, atau membeli produk.

Pengetahuan pembelian
Pengetahuan pembelian terdiri atas pengetahuan tentang toko, lokasi produk di dalam toko tersebut, dan penempatan produk di dalam toko. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya.
Perilaku pembelian meliputi urutan kegiatan store contact (mencari, pergi, dan memasuki outlet), product contact (mencari lokasi produk, mengambil produk, dan membawa ke kasir), dan transaction (konsumen membayar produk tersebut). (Peter dan Olson 1999).
Teknologi memiliki peranan dalam transaksi. Kemajuan teknologi digital, komputer, dan informasi memberikan variasi pola belanja konsumen dan meninggalkan pola belanja tradisional. Teknologi informasi dan ATM menyebabkan kemudahan dalam melakukan transaksi, yakni belanja tidak harus secara tunai.

Pengetahuan Pemakaian
Pengetahuan produk bersifat penting bagi konsumen, Suatu produk akan memberikan manfaat jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen akan mendapat manfaat yang maksimum dan kepuasan yang tinggi apabila mengonsumsi produk dengan cara yang benar. Produsen berkepentingan untuk memberikan informasi yang cukup agar konsumen mengetahui cara pemakaian produk.

0 comments:

BAB 5. PROSES BELAJAR KONSUMEN (CHAPTER 5. CONSUMER LEARNING PROCESS)

6:09:00 AM 0 Comments

Summarized by Andika Bagus (majoring in Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Bogor - Indonesia)


Based on Ujang Sumarwan. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behavior: Theory and Application in Marketing) www.ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id

Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku yang relatif permanen.
Hal-hal penting dari belajar: belajar merupakan proses yang berkelanjutan,  pengalaman memainkan peranan dalam proses belajar, dan terminologi belajar itu sendiri memiliki makna yang luas. Syarat proses belajar, yaitu:
·         motivasi, yaitu daya dorong dalam diri konsumen yang muncul karena adanya kebutuhan,
·         isyarat, yaitu stimulus yang mengarahkan motivasi dan mempengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu motivasi,
·         respons, yaitu reaksi konsumen terhadap isyarat, dan
·         pendorong atau penguatan, yaitu sesuatu yang meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk berperilaku pada masa yang akan datang karena adanya isyarat atau stimulus.
Terdapat dua jenis proses belajar, yaitu proses belajar kognitif dan proses belajar perilaku. Proses belajar kognitif merupakan proses belajar yang dicirikan oleh adanya perubahan pengetahuan, yang menekankan pada proses mental konsumen dalam mempelajari informasi. Proses belajar perilaku merupakan proses belajar yang terjadi karena konsumen bereaksi terhadap lingkungannya atau stimulus luar. Proses belajar perilaku terbagi menjadi 3 bagian, yaitu proses belajar classical conditioning, instrumental conditioning, dan vicarious atau observation learning.

Classical conditioning
Suatu teori belajar yang mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan. Hal ini terjadi jika suatu stimulus yang menyebabkan suatu respons dipasangkan dengan stimulus lain yang tidak bisa menghasilkan suatu respons. Proses belajar ini telah dikemukakan Pavlov.
Terminologi classical conditioning dijelaskan sebagai berikut. Saat belum terjadi pengulangan, stimulus tidak terkondisi pada anjing adalah daging, stimulus terkondisinya bel, dan respons tidak terkondisi berupa air liur. Setelah pengulangan, stimulasi terkondisi bel mampu menghasilkan respons terkondisi air liur. Hal ini juga dapat berlaku pada manusia. Stimulus tidak terkondisi berupa aroma makan malam dan stimulus terkondisi berita pukul 18.00 menghasilkan respons terkondisi air liur. Setelah pengulangan, stimulus terkondisi berita pukul 18.00 mampu menghasilkan respons terkondisi berupa air liur.
Aplikasi proses belajar classical conditioning dalam pemasaran meliputi pengulangan, generalisasi stimulus, dan diskriminasi stimulus. Pengulangan merupakan proses menyampaikan pesan kepada konsumen berulang kali, dengan frekuensi yang berkali-kali.Generalisasi stimulus merupakan kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda. Generalisasi stimulus yang bisa dilakukan pada proses pemasaran dapat berupa:
  • ·         Perluasan lini produk, yaitu menambahkan produk baru yang terkait atau sejenis kepada produk lama dengan merek yang sudah ternama.
    ·         Merek keluarga, yaitu memberikan merek yang sama kepada semua lini produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.Dalam hal ini, terdapat konsep retail private branding, yaitu prinsip family branding yang diterapkan pengecer dengan memberikan merek toko pada beberapa produk yang dijualnya.
    ·         Me-too products, yaitu suatu konsep yang membuat kemasan mirip dengan kemasan produk pesaing, yang biasa dilakukan oleh follower yang berusaha membuat kemiripan dengan produk pemimpin pasar.
    ·         Similar name, yaitu pesaing ingin membuat citra produknya sama dengan pemimpin pasar di mata konsumen.
    ·         Licensing, yaitu praktik pemberian merek dengan menggunakan nama-nama selebriti, nama desainer, nama produsen, nama perusahaan, bahkan tokoh film kartun. Nama tersebut digunakan sebagai merek produk tertentu dengan imbalan fee atau sewa.
    ·         Generalisasi situasi pemakaian, yaitu membuat citra positif dari merek yang sudah terkenal dengan cara perluasan lini produk dan melakukan generalisasi perluasan pemakaian dari produknya yang sudah terkenal tersebut.
Pada generalisasi stimulus, konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan yang sama dari berbagai stimulus yang relatif berbeda. Hal ini berbeda dengan diskriminasi stimulus, dimana konsumen diharapkan mampu mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang lainnya. Proses belajar diskriminasi stimulus berkaitan dengan positioning (citra yang dimiliki konsumen terhadap produk) dan differentiation (pemasaran atau produsen berusaha mengkomunikasikan berbagai atribut dari produknya yang berbeda atau yang tidak dimiliki oleh produk lain.

Instrumental conditioning
Proses belajar instrumental mengutamakan pengalaman terhadap membeli suatu produk berdasarkan reward yang dirasakan. Berbeda dengan proses belajar classical conditioning yang membuat asosiasi antara dua benda yang selalu dipasangkan bersama-sama, proses belajar instrumental conditioning merupakan proses belajar yang terjadi karena adanya reward yang diterima konsumen. Pada calssical conditioning, respon yang dihasilkan bersifat paksaan dan respons yang sederhana, perilaku yang sederhana, dan tidak melalui proses trial dan error. Sedangkan pada instrumental conditioning, dihasilkan respons yang terkontrol, mampu memahami perilaku yang sulit, dan melalui proses trial dan error. Konsep operant atau instrumental conditioning meliputi:
·         Penguat, berupa penguatan positif (hal-hal yang diterima konsumen karena mengkonsumsi atau membeli suatu produk) dan penguatan negatif (hal negatif atau sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan dirasakan konsumen karena tidak mengkonsumsi atau membeli suatu produk). Bentuk penguatan dapat berupa product reinforcement  (penguatan karena produk itu sendiri) dan nonproduct reinforcement (pengalaman konsumsi yang akan mempengaruhi konsumen dalam membeli produk tersebut di masa mendatang.
·         Hukuman, yaitu hal negatif atau tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena dia melakukan suatu perbuatan.
·         Kepunahan, dimana konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkannya. Kekecewaan mengakibatkan dihentikannya pembelian produk.
·         Shapping, yaitu konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku (mendatangi tempat perbelanjaan) sebelum dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan konsumen.

Observation learning
Proses belajar yang dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsumen meniru perilaku dari orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modelling. Penggunaan observation learning dalam strategi pemasaran meliputi:
·         pengembangan respons baru, dengan mempergunakan model untuk memperagakan bagaimana produk tersebut digunakan.
·         pencegahan respons yang tidak dikehendaki, yaitu menggunakan tokoh atau model yang baik yang bisa menjadi panutan konsumen dan dapat memberikan kepercayaan.
·         pemfasilitasan respons, dimana model digunakan untuk memperagakan produk sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk bisa meniru model tersebut.

0 comments: