KRS IPB ONLINE

10:53:00 PM 0 Comments

KRS itu singkatan dari kartu rencana studi. Ini merupakan sistem online yg berfungsi memudahkan (atau malah nyusahin?!) mahasiswa buat milih matkul yg diambil secara online, jadi ga perlu dateng ke kampus pas liburan nih. :D
Apa aja yg musti dilakuin buat yg pertama kali make KRS??
Yang pertama, liat siapa dosen pembimbing akademik dulu di pengumuman tiap kantor departemen, terus liat nomor HPnya di kantor departemen itu, hubungin beliau dan sharing sama beliau tentang Minor atau SC yang mw dipilih.
Terus, lakuin yg namanya uji coba KRS. waktu taun gw, uji coba KRS penting bgggggt, karena kalo ada yg mw milih minor, minor yg udah dipilih pas uji coba ga akan berubah atau keapus pas KRSan beneran, jadi ga perlu repot2 berebutan minor lagi. Kalo buat yang SC mah sama aja, karna matkul yg udah dipilih pas uji coba bakal kosong lagi pas KRSan beneran.
Gimana caranya?
Cekidot gan,,
pertama, buka krs.ipb.ac.id, terus masukin username berupa NRP dan password berupa password cyber.
kedua, di kolom yg kiri, pilih menentukan minor buat yg mau ngambil minor. Inget, pilih minornya dulu sebelum ngelakuin yg laen
abis pilih minor, langsung lah ya, lanjut pilih pemilihan KRS di kolom kiri lagi. nah, masukin matkul2 yg sesuai ma semester sekarang, terus sesuaiin juga jadwalnya. kalo di jurusan gw, jadwal praktikum mah ga ngaruh, ntar bakal diacak2 lagi ama departemen tapi malah enak, karna bisa tuker2an ama temen kalo bentrok ma SC atau minor. Usahain pilih jadwal praktikum secara bijak, jangan sampe ga bisa ngambil SC atau minor gara2 jdwal praktikum yg bakal diubah lagi itu. cara ngambil SC gampang bgt, cuma tinggal klik tambah supporting course dan masukin kode matkul g kalian mw ambil.

setelah itu, lanjut pilih lihat KRS di kolom kiri lagi. Silahkan dicetak, disitu juga ada jumlah SPP yang musti dibayar sesuai ma banyaknya matkul yg diambil. kalo udah dicetak, bawa deh ke dosen PA dan minta ttd beliau, terus fotokopi dulu buat arsip. yang aslinya kasihin ke komdik, kalo didepartemen gw, namanya UPT, ada di deket2 korfat.
selesai deh milih KRSnya.
yang musti diperhatiin adalah pilih minor dulu kalo yg berminat ambil minor, karena kalo ga, matkul minor ga bakal masuk ke pilihan matkul yg ada di KRS. terus gimana kalo udah terlanjur? bakal berat banget perjuangannya! musti ngapus dulu semua matkul yg udah kepilih di KRS, biar bisa milih minor.
So, jangan salah langkah pas KRS pertama ya,
jgn lupa ikut ujicoba KRS, biar kita bisa tau jadwal yg tersedia gimana aja, jadi bisa nyusun jadwal biar ga bentrok ama SC atau pun minor.
Buat kebingungan di semester3 milih minor atau SC atau ga sama sekali, disarankan pilih aja 1matkul terserah mau minor atau SC, karena semester3 itu masih lebih santai.
Bakal lebih ribet lagi kalo disemester4 ngambil 2matkul minor atau SC buat nutupin semester3 yang belom ngambil minor atau SC karena semester4 dipenuhi laporan2 busuk.
Semangat buat calon Ahli Teknologi Pangan Indonesia!!!

0 comments:

Kelatometri

10:49:00 PM 0 Comments

Pendahuluan
Kelatometri adalah metode titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion) (Khopkar 2002). Kelatometri merupakan bagian dari kompleksometri, jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi - reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset 1994). Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kelatometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). EDTA merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat berupa ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul (Rival 1995). Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif (Harjadi 1993).
Keunggulan EDTA antara lain mudah larut dalam air dan dapat diperoleh dalam keadaan murni. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandardisasi dahulu misalnya dengan menggunakan larutan CaCO3 (Harjadi 1993). Sebagian besar titrasi kelatometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat, contohnya Eriochrome Black T, yang merupakan asam organik berbasa 3 dengan warna spesifik pada pH tertentu (Khopkar 2002). Aplikasi metode kelatometri ini adalah penentuan kesadahan total air keran dan kandungan Ca2+ pada buah belimbing. Kesadan total air biasanya diakibatkan oleh adanya kontaminan ion Ca2+ dan Mg2+ (Earle 2003). Dalam percobaan ini, kesadahan total air dianggap hanya disebabkan oleh kontaminan ion Ca2+ dan Mg2+ tanpa kontaminan lainnya.

Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan melatih mahasiswa melakukan analisis ion logam dengan titrasi kelatometri.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipakai adalah buret 50 ml, lempeng tetes, pipet 10; 20; 25; 100 ml, erlenmeyer 250 ml, pipet Mohr 5 ml, kertas fenol red. Bahan-bahan yang digunakan adalah buffer pH 10, Erio T, NH4OH 4 M, CaCO3 0,01 M, ZnSO4 0,01 M, EDTA 0,01 M, contoh air keran, contoh Al3+, dan contoh belimbing.

Prosedur Percobaan
Pada standardisasi EDTA, sebanyak 100 ml larutan CaCO3 ditambah 0,5 ml larutan penahan pH 10, 2-3 tetes indikator Erio T, lalu dititrasi dengan EDTA sampai warna berubah dari merah ke biru. Jika dilakukan baik-baik, titik akhir tajam sekali dan dapat digunakan untuk mikrotitrasi yang memakai larutan EDTA yang encer sekali. Titrasi dilakukan enam kali.
Selanjutnya dilakukan penentuan kesadahan total air keran. Sebanyak 100 ml air keran diberi 2 ml buffer pH 10, 2-4 tetes Erio T, dan dititrasi (kalau ada endapan disaring). Perubahan warna dari merah ke biru. Titrasi dilakukan enam kali. Kesadahan total air keran dihitung dalam ppm. Untuk penentuan Ca2+ pada buah belimbing, sebanyak 10 gram belimbing dilumatkan diekstraksi dengan 90 ml air destilata, disaring, dan volume ekstrak ditepatkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sebanyak 25 ml ekstrak ditambah dengan 10 tetes NH4OH 4 M dan 2,5 ml buffer pH 10 dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml. Tambahkan indikator Erio T, kemudian dititrasi dengan EDTA 0,01 M sampai warna biru, volume titran dicatat. Penentuan dilakukan lima kali.

Data dan Hasil Pengamatan
Standardisasi EDTA
Tabel 1. Standardisasi EDTA

Ulangan Volume EDTA Volume CaCO3 (ml) Konsentrasi CaCO3 (M) Konsentrasi EDTA (M)
Volume Awal (ml) Volume Akhir (ml) Volume Terpakai (ml)
1 13,70 23,90 10,20 10,00 0,01 0,0098
2 10,70 20,80 10,10 10,00 0,01 0,0099
3 20,80 31,20 10,40 10,00 0,01 0,0096
4 31,20 41,70 10,50 10,00 0,01 0,0095
5 41,70 52,00 10,30 10,00 0,01 0,0097
6 3,50 13,70 10,20 10,00 0,01 0,0098
Rata-rata 0,0097
St. Dev 0,0001
Ketelitian 98,57%
Ketepatan 97,26%
Reaksi :
2Ca2+ + H3In → Ca2+ + CaIn-
H2Y= + Ca2+ → CaY= + 2H+
MgY- + CaIn → CaY= + MgIn
H2Y= + MgIn- → MgY= + H2In-
H2In- (pH 10) → HIn= (biru)
Indikator : Eriochrom Black T
Perubahan warna : merah → biru
Contoh perhitungan : (diambil contoh ulangan ke-1)
Menghitung konsentrasi EDTA standardisasi
(Vml x M) CaCO3= (Vml x M) EDTA
(10,00 ml x 0,0100 M) = (10,20 ml x M)EDTA
M EDTA = (10,00 ml x 0,0100 N)/(10,20 ml)
M EDTA = 0,0098 M
Jadi, konsentrasi EDTA untuk ulangan pertama adalah 0,0098 M.
Menghitung rata-rata konsentrasi EDTA
Rata-rata = (∑▒〖nilai konsentrasi EDTA setiap ulangan〗)/6
= (0,0098 M+0,0099 M+0,0096 M+0,0095 M+0,0097 M+0,0098 M)/6
= 0,0097 M
Jadi, rata-rata konsentrasi EDTA standardisasi dari 6 ulangan adalah 0,0097 M.
Menghitung standar deviasi
Sd M EDTA = √((∑▒(Mi-M ̅ )^2 )/(n-1))
= √(((0,00971-0,0097)^2+(0,0952-0,0097)^2+(0,0962-0,0097)^2+(0,0962-0,0097)^2+(0,0971-0,0097)^2+(0,0980-0,0097)^2)/(6-1))
= √(1,9236 ×〖10〗^(-8) ) = 0,0001
Jadi, standar deviasi konsentrasi EDTA standardisasi dari 6 ulangan adalah 0,0001.
Menghitung Ketelitian :
Ketelitian = [1- ((St.Dev)/(Rata-rata)) ] × 100 %
= [1- (0,0001/0,0097) ] × 100%
= 98,57%
- Menghitung Ketepatan
Ketepatan = [1-((M Label-M Percobaan)/(M Label)) ]×100%
= [1-((0,01 M-0,0097 M)/(0,01 M)) ]×100%
= 97,26%




Penentuan Kesadahan Total Air Keran
Tabel 2. Penentuan Kesadahan Total Air Keran
Ulangan Volume Air Keran (ml) Volume EDTA Konsentrasi EDTA (M) Kesadahan Total (mg/ liter)
Volume Awal (ml) Volume Akhir (ml) Volume terpakai (ml)
1 100,00 28,60 31,80 3,20 0,0097 31,0400
2 100,00 31,80 35,00 3,20 0,0097 31,0400
3 100,00 35,00 38,20 3,20 0,0097 31,0400
4 100,00 38,20 40,10 3,20 0,0097 31,0400
5 100,00 40,10 43,20 3,10 0,0097 30,0700
6 100,00 43,20 46,30 3,10 0,0097 30,0700
Rata-rata 30,7167
St.Deviasi 0,5009
Ketelitian 98,37%
Reaksi :
2Ca2+ + H3In → Ca2+ + CaIn
H2Y= + Ca2+ → CaY= + 2H+
MgY- + CaIn → CaY= + MgIn
H2Y= + MgIn- → MgY= + H2In-
H2In- (pH 10) → HIn= (biru)
Indikator : Eriochrom black T
Perubahan warna : merah → biru
Contoh perhitungan : (diambil contoh ulangan ke-1)
Menghitung kesadahan total air keran
(Vl x M) air keran = (Vml x M) EDTA x BM CaCO3
(0,1 l x M air) = (3,20 ml x 0,0097 M) EDTA x 100 mg/ mmol
M air keran = (3,20 ml x 0,0097 mmol/ ml×100 mg/ mmol)/(0,1 l)
M air keran = 31,0400 mg/ liter
Jadi, kesadahan total air keran adalah 31,0400 mg/ liter.
Menghitung rata-rata kesadahan total air keran

Rata-rata = (∑▒〖nilai kesadahan total air keransetiap ulangan〗)/6
= (31,0400 M+31,0400 M+31,0400 M+31,0400 M+30,0700 M+30,0700 M)/6
= 30,7167 mg/ liter
Jadi, rata-rata kesadahan total air keran dari 6 ulangan adalah 30,7167 mg/ liter.
Menghitung standar deviasi
Sd = √((∑▒(Mi-M ̅ )^2 )/(n-1))
= √(((31,0400-30,7167)^2+(31,0400-30,7167)^2+(31,0400-30,7167)^2+)/(6-1))
(〖(31,0400-30,7167)^2+(30,0700-30,7167)〗^2+(30,0700-30,7167)^2 ) ̅/
= √0,250907 = 0,5009
Jadi, standar deviasi kesadahan total air keran dari 6 ulangan adalah 0,5009.
Menghitung Ketelitian
Ketelitian =[1- ((st.dev)/(rata-rata)) ] × 100%
=[1- (0,5009/30,7167) ] × 100%
= 98,37%

Penentuan Ca2+ pada Buah Belimbing
Tabel 3. Penentuan Ca2+ pada Buah Belimbing
Ulangan Bobot contoh (gram) Volume EDTA Konsentrasi EDTA (M) Kadar Ca2+ pada Belimbing (% b/b)
Volume Awal (ml) Volume Akhir (ml) Volume Terpakai (ml)
1 10,0023 0 0,65 0,65 0,0097 0,0101
2 10,0023 0,70 1,40 0,70 0,0097 0,0109
3 10,0023 1,40 2,10 0,70 0,0097 0,0109
4 10,0791 2,10 3,30 1,20 0,0097 0,0185
5 10,0791 3,30 5,00 1,70 0,0097 0,0262
Rata-rata 0,0153
St.Dev 0,0070
Ketelitian 54,34%



Reaksi :
2Ca2+ + H3In → Ca2+ + CaIn
H2Y= + Ca2+ → CaY= + 2H+
MgY- + CaIn → CaY= + MgIn
H2Y= + MgIn- → MgY= + H2In-
H2In- (pH 10) → HIn-
Indikator : Eriochrom black T
Perubahan warna : kemerahan → hijau lumut
Contoh perhitungan : (diambil contoh ulangan ke-1)
Menghitung kadar Ca2+ pada Belimbing (% b/b)
Kadar Ca2+ = ((VM)EDTA × BA 〖 Ca〗^(2+) × FP )/(bobot contoh ) × 100%
=(( 0,00065 liter × 0,0097 mol/liter) × 40,08 g/ mol × (100 ml)/(25 ml))/(10,0023 g) × 100%
= (1,0105 x 10-4)%
Jadi, kadar Ca2+ pada belimbing adalah (1,0105 x 10-4)%.
Menghitung rata-rata kadar Ca2+ pada Belimbing
Rata-rata = (∑▒〖nilai kadar ion setiap ulangan〗)/(banyaknya ulangan)
= (0,0101%+0,0109%+0,0109%+0,0185%+0,0262%)/5
= 0,0153%
Jadi, rata-rata kadar Ca2+ pada belimbing adalah 0,0153%.
Menghitung standar deviasi
Sd Kadar Ca2+ = √((∑▒(Mi-M ̅ )^2 )/(n-1))
= √(((0,0101%-0,0153%))^2+(0,0109%-0,0153%))^2+(0,0109%-0,0153%)^2+〖(0,0185%-0,0153%)^2+(0,0262%-0,0153%)〗^2)/(5-1))
= √(4,8944×〖10〗^(-5) ) = 0,0070
Jadi, standar deviasi konsentrasi Ca2+ pada belimbing dari 5 ulangan adalah 6,9960 x 10-5.
Menghitung Ketelitian
Ketelitian =[1- ((st.dev)/(rata-rata)) ] × 100%
=[1- (0,0070/0,0153) ] × 100%
= 54,34%

Pembahasan
Titrasi kelatometri, seperti dijelaskan pada bagian pendahuluan, merupakan titrasi berdasarkan pembentukan ion kompleks antara bahan yang dianalisis dan titran. Pada percobaan ini, titran yang digunakan adalah EDTA. Hal yang pertama dilakukan adalah standardisasi EDTA. Hal ini disebabkan oleh EDTA sangat mudah larut dengan air sehingga akan mengandung jumlah air yang tidak tentu di dalamnya. Air yang terkandung dalam EDTA tersebut mengandung ion-ion logam polivalen yang dapat mempengaruhi konsentrasi EDTA (Harjadi 1993).
EDTA distandardisasi menggunakan larutan baku primer CaCO3 dan indikator Eriochrom Black T. Reaksi yang terjadi juga menghasilkan ion H+. Oleh sebab itu, standardisasi EDTA disertai dengan penambahan buffer pH 10, dimana reaksi akan lebih sempurna jika terjadi pada pH tinggi. Konsentrasi EDTA yang diperoleh dari hasil standardisasi adalah 0,0097 M dengan standar deviasi 0,0001. Hasil ini tidak terlalu berbeda jauh dari konsentrasi EDTA pada label, yaitu sebesar 0,01 M. Nilai ketelitian yang diperoleh dari percobaan standardisasi EDTA adalah 98,57%. Sedangkan nilai ketepatannya sebesar 97,26%. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan standardisasi EDTA telah dilakukan secara baik dengan ketelitian dan ketepatan yang cukup tinggi, lebih dari 90%.
Percobaan berikutnya adalah penentuan kesadahan total air keran. Kesadahan total air keran disebabkan oleh keberadaan ion Ca2+ dan Mg2+, serta kontaminan ion lainnya pada air keran (Earle 2003). Pada percobaan ini, kesadahan total air keran dianggap hanya disebabkan oleh ion Ca2+. Kesadahan total air keran diperoleh dengan menghitung konsentrasi air keran dengan menitrasinya menggunakan EDTA yang telah distandardisasi sebelumnya dan indikator Eriochrom Black T. Penambahan buffer pH 10 selain menyempurnakan reaksi, juga berfungsi mengendapkan kation-kation lain yang juga dapat bereaksi dengan EDTA. Endapan yang terjadi disaring sebelum dilakukan titrasi. Kesadahan total air keran yang didapat sebesar 30,7167 mg/ liter dengan standar deviasi sebesar 0,5009. Hal ini berarti dalam 1 liter air keran, terdapat kontaminan ion Ca2+ sebanyak 30,7167 mg. Percobaan ini menunjukkan bahwa air keran merupakan air sadah. Ketelitian yang dihasilkan dari percobaan ini adalah 98,37% yang berarti percobaan telah dilakukan dengan baik dan teliti.
Percobaan berikutnya adalah menentukan konsentrasi Ca2+ pada buah belimbing. Ekstrak belimbing dititrasi dengan EDTA dan indikator Eriochrom Black T. Percobaan dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Hasil yang diperoleh berupa kadar Ca2+ pada buah belimbing (% b/b) sebesar 0,0153% yang berarti bahwa setiap 1 gram buah belimbing mengandung Ca2+ sebanyak 0,0153 gram. Percobaan ini juga menunjukkan bahwa buah belimbing mengandung kalsium dengan jumlah yang sangat sedikit. Standar deviasi percobaan ini adalah 0,0070 dengan ketelitian sebesar 54,34%. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan ini dilakukan dengan kurang teliti. Ketelitian yang kurang disebabkan oleh perubahan warna saat titrasi sulit ditentukan karena perubahan warna tidak terjadi secara mendadak.

Simpulan
Konsentrasi EDTA yang digunakan pada percobaan kelatometri ini adalah 0,0097 M dengan standar deviasi 0,0001 dan ketelitian sebesar 98,57%. EDTA ini kemudian digunakan untuk menentukan kesadahan total air keran yang diakibatkan oleh kontaminan ion Ca2+ dan Mg2+. Kesadahan total air keran yang didapat adalah 30,7167 mg/ liter dengan standar deviasi sebesar 0,5009 dan ketelitian 98,37%. Selain itu, juga ditentukan konsentrasi Ca2+ pada buah belimbing, yaitu sebesar 0,0153% dengan standar deviasi 0,0070 dan ketelitian sebesar 54,34%.

Daftar Pustaka
Basset J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Earle RL. 2003. Unit Operations in Food Processing. New Zealand: Palmerston North.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Rival Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.

0 comments:

KROMATOGRAFI KERTAS DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

10:39:00 PM 1 Comments


Pendahuluan
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) (Patnaik 2004). Teknik pemisahan ini memanfaatkan interaksi komponen dengan fase diam dan fase gerak serta sifat fisik dan sifat kimia komponen. Berdasarkan fase gerak dan fase diam yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi liquid-solid chromatography (kromatografi dengan fase diam berwujud padat dan fase gerak berwujud cair), gas-solid chromatography (kromatografi dengan fase diam berwujud padat dan fase gerak berwujud gas), liquid-liquid chromatography (kromatografi dengan fase diam berwujud cair dan fase gerak berwujud cair), dan gas-liquid chromatography (kromatografi dengan fase diam berwujud padat dan fase gerak berwujud gas) (Harvey 2000).
Berdasarkan interaksi komponen dengan fase diam dan fase gerak, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi adsorpsi (kromatografi dengan teknik penyerapan komponen oleh adsorben tertentu), kromatografi partisi (kromatografi dengan partisi terjadi antara fase gerak dan fase diam), kromatografi pertukaran ion (kromatografi yang dapat memisahkan senyawa dengan afinitas ion yang berbeda dengan resin penukar ion), dan kromatografi permeasi atau filtrasi (kromatografi berdasarkan perbedaan bobot molekul) (Skoog et al 2002). Berdasarkan bentuk ruang penyangganya, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi planar (kromatografi dengan fase diam terletak pada permukaan datar) yang meliputi kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis serta kromatografi kolom (kromatografi dengan fase diam tertahan pada sebuah kolom) yang meliputi kromatografi manual, high performance liquid chromatography, dan kromatografi gas (Harvey 2000). Percobaan ini hanya melakukan aplikasi kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Prinsip dari kedua aplikasi tersebut adalah dengan meneteskan sampel pada kertas di garis startnya berulang-ulang. Setelah kering, kertas dimasukkan dalam pelarut jenuh dan dibiarkan bergerak menuju garis finish. Kromatografi lapis tipis menggunakan lempeng tipis/ plastik yang dilapisi adsorben sebagai penyangga. Kromatografi kertas menggunakan kertas sebagai penyangga (Rouessac 2007).
Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan melatih penggunaan analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography) pada klorofil daun dan menentukan susunan logam pada uang logam Rp 100 berwarna kuning dan putih.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipakai adalah botol eluen, botol semprot, cawan petri, corong, corong pisah, gelas ukur 50 ml, kaca obyek, kertas saring, kertas kromatografi, lempeng porselin, pipet kapiler, dan tabung reaksi.. Bahan-bahan yang digunakan adalah aseton, NH4OH, Na2SO3 kering, petroleum eter, CuSO4 0,1 M, HCl pekat, NiSO4, klip plastik, dan uang logam Rp 100 warna kuning dan putih.
Prosedur Percobaan
Percobaan kromatografi lapis tipis klorofil daun diawali dengan pembuatan ekstrak daun. Daun diiris halus, diambil sebanyak 1 gram, dimasukkan dalam mortar, ditambahkan sedikit pasir kuarsa, dan digerus selama 10 detik. Daun dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 4 ml aseton, ditutup, dan dikocok selama 10 detik. Campuran dibiarkan selama 10 menit. Ditambhan 6- 7 ml air dan dikocok. Petroleum eter 3 ml ditambahkan, dikocok, dan dipisahkan dengan sentrifus. Lapisan yang berwarna hijau dipipet ke dalam tabung reaksi dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat selama 15 menit. Larutan yang telah dikeringkan dituang ke dalam pinggan petri, diuapkan sebentar supaya lebih pekat. Larutan yang telah pekat dituang ke dalam tabung reaksi, lalu ditutup rapat. Larutan tersebut siap untuk dianalisis dengan metode kromatografi.
Pada percobaan kali ini, pembuatan lapisan TLC tidak dilakukan karena lapisan TLC sudah tersedia. Selanjutnya pembuatan kromatogram dilakukan dengan eluen (campuran aseton dan PE (1: 9)). Sedikit ekstrak daun diteteskan dengan pipa kapiler di atas lapisan TLC pada jarak 1 cm dari tepi kaca bagian bawah. Pelarut dibiarkan mengering. Lapisan TLC dimasukkan ke dalam botol yang berisi eluen dengan bagian yang ditetesi berada di bawah. Setelah cairan eluen naik sampai hampir di ujung lapisan TLC, maka lapisan TLC dikeringkan di udara. Komponen warna yang terpisah dicatat. Setelah kering, lapisan TLC dimasukkan dalam alat pemancar ultraviolet untuk membuat komponen pada lapisan TLC menjadi jelas. Komponen yang nampak dihitung nilai Rfnya dengan rumus .
Pemisahan susunan logam pada uang logam diawali dengan uang logam dicuci dengan sabun dan disikat, kemudian dibilas dengan akuades. Uang logam tersebut diberi setetes HCl pekat dan ditunggu beberapa menit. Dari tetesan ini, dibuat spot uang logam, spot CuSO4, spot HCl pekat, spot NiSO4, jarak start-front, dan jarak dari tepi kertas bawah pada kertas kromatografi. Kertas digulung dengan klip plastik dan dimasukkan ke dalam toples yang berisi pelarut. Kertas dimasukkan ke dalam botol dengan garis start di bagian bawah. Pelarut dibiarkan naik sampai mendekati garis front. Kertas diangkat dan dikeringkan. Untuk menampakkan warna spot, kertas disemprot dengan NH4OH pekat. Dicatat warna dan jarak spotnya dari garis start. Dihitung nilai Rf masing-masing spot.
Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan analisis terhadap klorofil atau pigmen hijau yang ada pada daun dengan metode kromatografi lapis tipis atau thin layer chromatography (TLC). Selain itu, juga dilakukan analisis terhadap komponen logam yang terkandung dalam uang logam 100 rupiah berwarna kuning dan berwarna putih dengan metode kromatografi kertas. Pada percobaan TLC, daun diiris halus lalu digerus dengan sedikit pasir kuarsa agar mempercepat halusnya daun yang digerus. Daun yang telah halus ditambahkan aseton yang berfungsi untuk mengekstrak klorofil daun karena aseton bersifat nonpolar dan klorofil juga bersifat non polar sehingga dapat terekstrak. Setelah disentrifusa, ekstrak ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrat untuk mengikat air yang masih terkandung di dalam ekstrak sehingga ekstrak klorofil murni mudah diambil. Fase diam pada percobaan ini adalah lapisan pelarut yang teradsorbsi pada permukaan adsorben berupa lapisan tipis (thin layer) dan fase geraknya adalah bagian dari pelarut yang berfungsi menggerakkan eluen berupa aseton dan PE.
Volume eluen aseton dan PE digunakan dalam perbandingan yang beragam. Perbandingan volume eluen aseton dan PE yang beragam digunakan untuk menentukan perbandingan volume eluen yang paling baik untuk kromatografi lapis tipis pada klorofil. Pada perbandingan eluen aseton:PE = 1:9, dihasilkan dua spot dengan Rf masing-masing sebesar 0,1852 dan 0,3704. Pada perbandingan eluen aseton:PE = 9:1, dihasilkan satu spot dengan Rf sebesar 0,9390. Dan pada perbandingan eluen aseton:PE = 5:5, dihasilkan dua spot dengan Rf masing-masing sebesar 0,8987 dan 0,9620. Nilai Rf tersebut menunjukkan bahwa pelarut terbaik digunakan pada perbandingan 5:5 karena jumlah spot pemisahan yang banyak dan nilai Rf yang mendekati satu. Hal ini berarti jarak spot dari garis start hampir sama dengan jarak batas eluen dari garis start. Pendeteksian letak spot lebih mudah dilakukan dengan menggunakan penyinaran sinar ultra violet. Terdapat dua penjang gelombang yang digunakan, yaitu 366 nm dan 254 nm. Panjang gelombang efektif yang digunakan kemudian adalah 366 nm karena spot yang terlihat lebih banyak dan jelas.
Pada percobaan kromatografi kertas, uang logam warna kuning dan putih dicuci dan disikat, kemudian ditambahkan tetesan HCl pekat sebagai pelarut pemisah komponen uang logam. Selanjutnya spot dari tetesan tersebut dirunning bersama dengan spot HCl pekat, NiSO4, dan CuSO4. Fase diam pada percobaan ini adalah lapisan pelarut yang teradsorbsi pada permukaan kertas berupa kertas kromatografi dan fase geraknya adalah bagian dari pelarut yang berfungsi menggerakkan eluen berupa campuran n-butanol, asam asetat glasial, dan air (untuk uang logam putih) dan campuran n-butanol, etanol, dan amoniak 2M (untuk uang logam kuning). Pada percobaan ini, kromatografi kertas dilakukan secara ascending dimana pelarut yang terdapat di bawah akan bergerak ke atas pada kertas yang tercelup didalamnya. Penjenuhan dengan uap pelarut bertujuan untuk mempercepat terjadinya elusi atau pergerakan komponen-komponen sampel pada media kertas kromatografi.
Pada uang logam warna kuning, spot dari uang logam tersebut memiliki Rf sebesar 0,1068 dan spot dari NiSO4 memiliki Rf sebesar 0,1792. Namun, spot dari CuSO4 tidak bermigrasi secara berarti dan spot dari HCl pekat tidak terlihat. Berdasarkan literatur, spot uang logam warna kuning memiliki Rf yang sama dengan spot dari CuSO4 karena uang logam warna kuning tersebut mengandung tembaga (Nurcahyo 2007). Pada uang logam warna putih, tidak terbentuk spot dari uang logam tersebut dan HCl pekat, sedangkan spot dari NiSO4 menunjukkan Rf sebesar 0,1456 dan spot dari CuSO4 menunjukkan Rf sebesar 0,0500. Tidak terbentuknya spot dari uang logam warna putih disebabkan oleh eluen yang digunakan kurang jenuh. Berdasarkan literatur, spot uang logam warna putih tidak memiliki Rf yang sama dengan spot dari CuSO4 dan NiSO4 karena uang logam warna putih tersebut mengandung alumunium (Nurcahyo 2007).
Perbedaan antara hasil percobaan dengan literatur menunjukkan masih terdapat kesalahan yang dilakukan dalam percobaan ini, antara lain kertas kromatografi tidak bersih dan dipegang dengan tangan, kesulitan dalam pengukuran jarak saat penyinaran dengan ultra violet, eluen yang digunakan kurang jenuh, dan uang yang digunakan sudah terkontaminasi zat lainnya.
Simpulan
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk pemisahan komponen klorofil. Data percobaan menunjukkan bahwa perbandingan pelarut aseton:PE yang digunakan adalah 5:5 dengan Rf tertinggi sebesar 0,9620. Panjang gelombang ultra violet yang paling baik digunakan untuk mendeteksi keberadaan spot komponen klorofil adalah 366 nm. Kromatografi kertas digunakan untuk menentukan komponen yang terkandung dalam uang logam warna kuning dan putih. Uang logam warna kuning seharusnya mengandung tembaga dan uang logam warna putih seharusnya mengandung alumunium.
Daftar Pustaka
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp.
Nurcahyo Priyadi. 2007. Nilai Mata Uang Logam. http://priyadi.net/archives/2007/04/27/nilai-mata-uang-logam/. (13 Mei 2010)
Patnaik Pradyot. 2004. Dean’s Analytical Chemistry Handbook. Second Edition. New York: McGraw-Hill Comp.
Rouessac Francis, Annick Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation Methods and Techniques. Second Edition. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.
Skoog Douglas et al. 2002. Fundamentals of Analytical Chemistry. Eight Edition. Canada: Thomson Learning.

1 comments:

Elektroforesis Kertas

10:32:00 PM 0 Comments

Pendahuluan
Elektroforesis adalah teknik pemisahan suatu partikel/ spesies/ ion atau partikel koloid berdasarkan kemampuan berpindah melalui medium konduktif, biasanya berupa larutan bufer, sebagai respon adanya suatu medan listrik (Harvey 2000). Secara teknis, elektroforesis merupakan istilah yang diberikan untuk migrasi partikel yang bermuatan akibat diberikan arus listrik searah atau DC (Direct Current). Umumnya teknik dari cikal-bakal elektroforesis digunakan untuk menentukan muatan dari suatu koloid (Patnaik 2004). Teknik elektroforesis ditentukan oleh ciri molekular ionik dan adanya muatan sebagai sifat fisik. Arah dan laju pergerakan tergantung pada spot dan intensitas muatan ionik (Rouessac 2007). Bufer elektroda digunakan untuk konduktor arus dengan menjadi jembatan konduksi diantara dua elektroda sehingga memungkinkan terjadinya aliran medan listrik (Skoog 2002).
Teknik elektroforesis zona dibedakan berdasarkan medium penyangga, diantaranya elektroforesis kertas dan elektroforesis kertas selulosa asetat. Sesuai dengan perkembangan ilmu bahan, elektroforesis kertas menjadi fasa pertama dari perkembangan elektroforesis zona. Dengan menggunakan medium kertas, pemisahan dan analisis terhadap asam amino, peptida, nukleotida, dan ion-ion logam yang kecil dapat dilakukan. Kelemahan elektroforesis kertas yaitu adanya gangguan yang disebabkan oleh adanya gugus OH- yang terdapat pada selulosa yang dapat berinteraksi dengan molekul polar sehingga daya migrasi molekul tersebut terganggu dan menjadi lebih rendah (Harjadi 1993). Kelemahan ini dapat diatasi dengan cara asetilasi gugus hidroksil dengan menggunakan kertas selulosa asetat yang tidak polar. Hal ini menyebabkan migrasi molekul polar tidak terganggu, resolusi lebih baik, dan proses pemisahan berlangsung lebih cepat. Keuntungan penggunaan kertas selulosa asetat adalah proses migrasi lebih cepat, pemisahan spot menjadi lebih kecil, mudah memisahkan sampel dengan spektrofotometri, dan mudah dilarutkan dalam pelarut dalam jumlah sedikit. Pada elektroforesis kertas selulosa asetat, kertas selulosa asetat harus dibersihkan dengan cara kering dalam percobaan ini. Cara kering lebih baik resolusinya dan spotnya lebih kecil daripada cara basah. Oleh karena itu, percobaan ini menggunakan medium selulosa asetat.

Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan menunjukkan bagaimana komponen dalam senyawaan campuran dapat dipisahkan dengan cara elektroforesis, menunjukkan bahwa beberapa indikator dan beberapa pigmen pada tinta adalah molekul yang dapat terionisasi, dan menunjukkan keuntungan elektroforesis menggunakan kertas selulosa asetat.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipakai adalah alat elektroforesis 200 volt DC (30 menit) dan 150 volt DC (90 menit). Bahan-bahan yang digunakan adalah kertas selulosa asetat, bufer amonia dan amonium asetat atau bufer asam asetat dan amonium asetat, tinta warna hitam, indikator congo red, fenol red, brom fenol blue, dan campuran ketiganya, zat warna fluorecein, tartrazine, dan campuran keduanya, dan pewarna makanan sintetik sunset yellow dan poncean.

Prosedur Percobaan
Kertas elektroforesis atau kertas selulosa asetat dipotong dengan ukuran 30 x 10 cm sebanyak 3 buah untuk tinta dan pewarna makanan, indikator, dan zat warna. Kertas diberi garis vertikal di bagian tengah kertas sebagai tanda garis start. Spot dibuat dengan baik. Kertas kemudian dimasukkan ke dalam larutan bufer dan ditempatkan ke dalam alat elektroforesis, dirunning dengan potensial 200 v dan 150 v selama 30 menit dan 90 menit. Pemisahan yang terjadi diamatai dengan interval 5 – 10 menit. Pemisahan dan warna yang teramati dicatat. Setelah 30 menit dan 90 menit, arus dimatikan dan kertas diangkat dari alat tersebut. Bukti kertas hasil pemisahan disimpan untuk dokumentasi dan dicetak untuk bahan laporan.

Data Hasil Pengamatan
Elektroforesis kertas selulosa asetat pada tinta dan pewarna makanan
Gambar 1. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada tinta dan pewarna makanan sebelum dirunning

Gambar 2. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada tinta dan pewarna makanan sesudah dirunning






A : tinta hitam
B : sunset yellow
C : poncean

Elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (1)
Gambar 3. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (1) sebelum dirunning

Gambar 4. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (1) sesudah dirunning






A : fluorecein
B : tartrazine
C : campuran keduanya



Elektroforesis kertas selulosa asetat pada indikator

Gambar 5. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada indikator sebelum dirunning

Gambar 6. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada indikator sesudah dirunning






A : fenol red
B : bromfenol blue
C : congo red

Elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (2)

Gambar 7. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (2) sebelum dirunning

Gambar 8. Hasil elektroforesis kertas selulosa asetat pada zat warna (2) sesudah dirunning







A : fluorecein
B : campuran keduanya
C : tartrazine


Pembahasan
Percobaan dilakukan untuk mengetahui muatan komponen pada sampel dan mengetahui komponen penyusun campuran sampel. Sampel yang diuji yaitu tinta dan pewarna makanan, zat pewarna, dan indikator. Analisis elektroforesis ini dapat menunjukkan migrasi dari sampel-sampel tersebut. Arah migrasi yang terjadi ditentukan oleh muatan dari sampel itu sendiri. Bila sampel bermuatan positif, maka sampel tersebut bermigrasi ke arah kutub negatif, begitu juga sebaliknya. Komponen penyusun campuran sampel juga dapat diketahui dengan menggunakan analisis elektroforesis. Suatu campuran sampel dikatakan mengandung sampel-sampel lain yang digunakan sebagai kontrol apabila jarak dan arah migrasinya sama. Jarak migrasi menentukan potensial kimia dan berat molekul yang dimiliki oleh sampel.
Pada percobaan, spot dibuat dengan ukuran sekecil mungkin dan tebal (bold pin point). Hal ini berkaitan dengan kepekatan dan berat spot. Spot yang besar akan menyebabkan jejak migrasi meluber. Pada alat elektroforesis, kutub negatif ditandai dengan kabel berwarna hitam dan kutub positif ditandai dengan kabel berwarna merah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa seluruh sampel dan campuran sampel bermigrasi ke arah kutub negatif. Hal ini berarti bahwa seluruh sampel dan campuran sampel memiliki muatan positif. Bufer amonium asetat yang digunakan dalam percobaan ini berfungsi sebagai jembatan konduksi di antara dua elektroda sehingga memungkinkan terjadinya aliran medan listrik. Media berupa kertas selulosa asetat digunakan sebagai reseptor spot dari sampel dan menyediakan jalur migrasi komponen sampel.
Hasil percobaan pada tinta dan pewarna makanan menunjukkan bahwa laju migrasi pewarna makanan “poncean” lebih besar daripada pewarna makanan “sunset yellow” dan tinta hitam karena jarak migrasi pewarna makanan “poncean” paling besar. Pada spot tinta hitam yang bermigrasi terbentuk gradasi warna. Hal ini disebabkan oleh proses pengeringan tinta hitam yang kurang lama sehingga masih ada bagian spot tinta hitam yang masih basah. Hasil percobaan pada zat warna (1) menunjukkan bahwa laju migrasi sampel tartrazine lebih besar daripada laju migrasi sampel fluorecein. Selain itu, jarak migrasi sampel tartrazine memiliki kesamaan dengan jarak migrasi campuran. Hal ini berarti bahwa dalam sampuran tersebut mengandung komponen sampel tartrazine.
Hasil percobaan pada indikator menunjukkan bahwa indikator bromfenol blue memiliki laju migrasi yang paling tinggi dibandingkan dengan indikator fenol red dan indikator congo red. Hal ini disebabkan oleh jarak migrasi komponen indikator brom fenol blue paling besar diantara indikator-indikator tersebut. Pada congo red hanya terdapat sedikit jejak migrasi dari komponennya. Hasil percobaan pada zat warna (2) juga menunjukkan hasil yang sama seperti hasil percobaan pada zat warna (1). Zat warna tartrazine memiliki laju migrasi yang lebih tinggi daripada zat warna fluorecein karena jarak migrasi komponen zat warna tartrazine lebih besar daripada komponen zat warna fluorecein. Jarak migrasi komponen zat warna tartrazine juga memiliki kesamaan dengan jarak migrasi campuran zat warna yang berarti bahwa campuran tersebut mengandung komponen zat warna tartrazine.

Simpulan
Elektroforesis kertas selulosa asetat digunakan untuk identifikasi muatan suatu sampel dan komponen dalam suatu campuran sampel. Seluruh sampel dan campuran sampel yang diuji bermuatan positif. Pewarna makanan “poncean” memiliki laju migrasi yang paling tinggi dibandingkan tinta hitam dan pewarna makanan “sunset yellow”. Zat warna tartrazine memiliki laju migrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan fluorecein. Campuran zat warna mengandung komponen zat warna tartrazine. Indikator bromfenol blue memiliki laju migrasi paling tinggi dibandingkan dengan fenol red dan congo red.

Daftar Pustaka
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp.
Patnaik Pradyot. 2004. Dean’s Analytical Chemistry Handbook. Second Edition. New York: McGraw-Hill Comp.
Rouessac Francis, Annick Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation Methods and Techniques. Second Edition. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.
Skoog Douglas et al. 2002. Fundamentals of Analytical Chemistry. Eight Edition. Canada: Thomson Learning.

0 comments:

Spektrofotometri

10:05:00 PM 0 Comments


Pendahuluan
Spektrofotometri merupakan bagian dari sperktroskopi, yaitu ilmu yang mempelajari interaksi radiasi dengan materi. Spektrofotmetri sendiri adalah istilah yang lebih terbatas, merupakan pengukuran kuantitatif dari intensitas radiasi elektromagnetik pada satu atau lebih panjang gelombang dengan suatu transduser (detektor) (Harvey 2000). Metode spektrofotometri menghasilkan sebuah tampilan hubungan antara intensitas radiasi yang teremisikan, terabsorpsi, atau terhamburkan oleh sampel dan kuantitas yang berhubungan dengan energi foton (E), seperti konsentrasi dan panjang gelombang (λ), yang disebut dengan spektrum (Wang 2001).
Pada percobaan ini, metode spektrofotometri diterapkan pada penentuan konsentrasi asam amino lisin pada kentang. Panjang gelombang maksimum (λ max) untuk percobaan ini telah ditentukan, yaitu 625 nm, dimana pada panjang gelombang ini respon absorbans berada dalam kondisi maksimum sehingga akan memiliki sensitivitas yang baik dan limit deteksi yang rendah. Hal ini juga dapat mereduksi kesalahan dalam pengukuran (Rouessac 2007).
Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan mengetahui spektrum serapan suatu zat dan menentukan kandungan asam amino bebas pada kentang dengan cara spektrofotometri.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang dipakai adalah spektrofotometer, kuvet, labu takar 25 ml dan 50 ml, tabung reaksi, penangas air, sentrifusa, spektronik-20, gelas piala, dan buret 50 ml. Bahan-bahan yang digunakan adalah salah satu larutan standar pada penentuan kadar asam amino bebas, kentang, piridin 10%, ninhidrin 2%, asam amino lisin (20-50 ppm), dan kapas.
Prosedur Percobaan
· Pembuatan larutan standar dan blanko
Larutan standar disiapkan dengan menggunakan analat asam amino lisin, dengan konsentrasi 20 ppm sampai 50 ppm. (dibuat dengan menggunakan labu takar 25 atau 50 ml dari larutan stok). 5 ml larutan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 0,5 ml piridin 10% dan 0,5 ml ninhidrin 2%. Tabung ditutup dengan kapas kemudian ditempatkan dalam penangas air mendidih selama 20 menit atau sampai terjadi perubahan warna. Setelah dingin diencerkan menjadi 50 ml dalam labu takar dan ditera.Larutan blanko disiapkan dengan mengganti analat menggunakan air suling.
· Pembuatan larutan contoh
Disuspensikan 0,5 gram kentang dalam 20 ml air kemudian disentrifuse, supernatan ditampung dalam labu takar 50 ml. Proses tersebut diulangi, kemudian tepatkan volume supernatan sampai tanda tera dengan air suling. Ektrak asam amino 5 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambah 0,5 ml piridin 10% dan 0,5 ml ninhidrin 2%. Tabung ditutp dengan kapas kemudian ditempatkan dalam penangas air mendidih selama 20 menit atau sampai terjadi perubahan warna. Setelah dingin diencerkan menjadi 50 nl dalam labu takar.
· Analisis menggunakan spektrofotometer
Larutan standar, blanko, dan larutan contoh yang telah dibuat dianalisis menggunakan spektrofotometer. Digunakan panjang gelombang maksimum 625 nm (penentuan panjang gelombang maksimum ini tidak ditentukan dalam percobaan kali ini).
Data Hasil Pengamatan
· Analisis Larutan Standar
Tabel hasil pengamatan larutan standar
Konsentrasi
Transmitan
Absorbansi
20 ppm
78,6%
0,1046
30 ppm
68,6%
0,1637
40 ppm
54,2%
0,2660
50 ppm
49,4%
0,3063
Rata-rata
0,2101
St. Deviasi
0,0925
Panjang gelombang = 625 nm
Gambar hasil pengamatan larutan standar
DSC05029.JPG
DSC05033.JPG DSC05031.JPG DSC05028.JPG

20 ppm 30 ppm 40 ppm 50 ppm
· Analisis Larutan Blangko
Gambar hasil pengamatan larutan blangko
DSC05034.JPG

· Analisis Larutan Sampel
Tabel hasil pengamatan larutan sampel
Ulangan
Massa Sampel (gram)
Transmitan
Absorbansi
Konsentrasi
ppm
% b/b
1
0,5009
60,2%
0,2204
2,6771
0,0026
2
0,5033
51,6%
0,2873
3,6329
0,0036
3
0,5090
39,6%
0,4023
5,2757
0,0052
4
0,5150
38,2%
0,4179
5,4986
0,0054
Rata-rata
0,0042
St. Deviasi
0,0013
Panjang gelombang = 625 nm
Contoh Perhitungan Konsentrasi Sampel (menggunakan data ulangan ke-2):
Absorbansi= 0,2873= y
Didapatkan persamaan kurva standar y = 0,007x – 0,037 dengan R2 = 0,975
Untuk y= 0,2873 maka
0,2873 = 0,007x - 0,037
0,2873 – 0,037 = 0,007x
x = 35,7571 ppm (konsentrasi sampel dalam ppm)
Konsentrasi (ppm) = berat (mg) zat terlarut per berat (kg) pelarut
Maka berat (kg) pelarut =
= = 14,0755 kg
= 14075,5 gram
Berat Larutan = Berat sampel + Berat Pelarut
= 0,5033 gram + 14075,5 gram = 14076,0033 gram
Konsentrasi sampel (% b/b) =
=
= 0,0036%
Rata-rata =
= = 0,0042%
Sd =
=
= 0,0013
Ketelitian =
=


Pembahasan
Aplikasi spektrofotometri berguna dalam penentuan konsentrasi suatu kandungan zat. Percobaan ini menggunakan metode spektrofotometri untuk menentukan kandungan asam amino lisin pada kentang. Hal yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan spektrum absorpsi lisin sehingga puncak spektrum gelombang tersebut (panjang gelombang maksimum) dapat diketahui. Namun dalam percobaan ini tidak dilakukan karena keterbatasan waktu. Panjang gelombang maksimum yang dipakai merupakan data sekunder, yaitu 625 nm.
Setelah panjang gelombang maksimum diketahui, maka dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan standar lisin dengan konsentrasi 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. Dari percobaan ini dihasilkan kurva standar dengan persamaan y = 0,007x - 0,037 dengan R2 = 0,975. Konsentrasi dalam kurva standar berupa ppm bukan % b/b karena tidak diketahui nilai dari berat pelarut. Semakin tinggi konsentrasi lisin, nilai transmitan akan semakin rendah dan nilai absorbansi akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh jumlah partikel zat terlarut (lisin) meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi sehingga berkas sinar yang diserap akan semakin tinggi (absorbansi tinggi) dan sinar yang diteruskan akan semakin rendah (transmitan rendah). Percobaan ini tidak menggunakan larutan standar protein seperti Bovin Serum Albumin (BSA) karena hanya dilakukan pengukuran absorbansi oleh satu jenis asam amino spesifik, bukan oleh protein yang merupakan polimer dari asam amino.
Perlakuan yang sama juga dilakukan pada air suling yang telah ditambahkan 0,5 ml piridin 10% dan 0,5 ml nihidrin 2%. Fungsi dari larutan ini adalah sebagai blangko. Blangko adalah larutan yang mendapatkan perlakuan yang sama dengan sampel dan standar namun tidak mengandung analat. Tujuan pengukuran absorbansi blangko adalah mengetahui besarnya serapan oleh zat bukan analat. Biasanya, absorbansi blangko dibuat nol (Wang 2001).
Berlanjut pada sampel berupa kentang, dilakukan pengukuran absorbansi dari larutan sampel kentang. Ninhidrin digunakan pada kentang untuk membentuk kompleks berwarna ungu jika bereaksi dengan asam amino. Dari absorbansi yang didapatkan, dicari konsentrasi (ppm) dari larutan sampel tersebut menggunakan persamaan kurva standar. Kemudian dari konsentrasi (ppm) dicari bobot pelarutnya dalam kg. Setelah dikonversi menjadi satuan gram, dicari bobot total larutan dengan penambahan bobot pelarut dengan bobot zat terlarut (bobot sampel). Konsentrasi (% b/b) kemudian didapat dengan membagi bobot zat terlarut (bobot sampel) dengan bobot total larutan. Konsentrasi (% b/b) lisin pada kentang dari percobaan adalah (0,0042 ± 0,0013)% (b/b) dengan ketelitian 69,70476%. Data hasil percobaan juga menunjukkan bahwa kenaikan massa sampel akan mengakibatkan kenaikan nilai absorbansi.Berdasarkan literatur, kandungan lisin dalam kentang adalah 190 mg dari 150 gram atau 0,1267% (b/b) kentang utuh tanpa pemasakan dan 283 mg dari 202 gram atau 0,1401% (b/b) kentang bakar (Scutero 2005).
Ketidakcocokan data percobaan dengan literatur menunjukkan bahwa masih terdapat kesalahan yang terjadi pada percobaan, antara lain kentang sudah tidak segar sehingga terjadi denaturasi protein dan asam aminonya, kesalahan paralaks dalam pembuatan masing-masing larutan, tidak melakukan pengukuran blangko di setiap selang pengukuran absorbansi larutan standar dan sampel, larutan sampel asam amino lisin sudah tidak murni lagi, dan kuvet yang digunakan kurang bersih.
Kesimpulan
Spektrofotometri memiliki banyak kegunaan aplikasi. Salah satu dari aplikasi ini adalah penentuan konsentrasi suatu zat. Kurva standar diperlukan untuk menentukan konsentrasi dari larutan sampel yang absorbansinya telah diketahui. Persamaan kurva standar yang dihasilkan adalah = 0,007x - 0,037 dengan R2 = 0,975. Konsentrasi asam amino lisin pada kentang dari hasil percobaan adalah (0,00043 ± 0,00013)% (b/b) dengan ketelitian 69,7674%. Masih terdapat kesalahan yang mungkin dilakukan pada percobaan ini.
Daftar Pustaka
Harvey David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp.
Rouessac Francis, Annick Rouessac. 2007. Chemical Analysis: Modern Instrumentation Methods and Techniques. Second Edition. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.
Scutero James. 2005. Agricultural Handbook. Washington D.C.: U.S. Department of Agriculture.
Wang Joseph. 2001. Analytical Electrochemistry. Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

0 comments: